Segera Atasi, Jangan Sepelekan Gejala Nyeri di Wajah – Trigeminal neuralgia adalah nyeri kronik di wajah yang amat menyiksa. Radiofrekuensi salah satu pilihan pengobatan yang aman serta tercapai dengan angka keberhasilan yang lumayan tinggi.
Tak tidak cukup dari 15 tahun Widyaningsih menderita nyeri hebat di wajah. Dia telah pergi ke sejumlah dokter, tetapi tidak membuahkan hasil. Salah satunya ke dokter gigi. Kebanyakan dokter yang dikunjungi meresepkan obat nyeri semata.
Serupa dengan Widyaningsih, Heru menikmati nyeri di wajah sekitar dua bulan terakhir. “Sangat sakit hingga saya nangis , sekali serangan dapat semenit. Sehari dapat 20-30 serangan. Saya hingga enggak dapat ngomong dan santap bubur dengan sedotan,” beber Heru.
Apa yang dua-duanya alami ialah trigeminal neuralgia yang merupakan situasi medis di mana terjadi nyeri yang mempunyai sifat kronik (lebih dari 3 bulan) yang bersumber dari gangguan pada saraf trigeminal sehingga mengakibatkan sensasi rasa nyeri di unsur wajah.
Stimulasi kecil di wajah laksana sentuhan, tersenyum atau kegiatan menyikat gigi maupun bersolek di wajah akan melahirkan rasa sakit yang luar biasa. Sayangnya, untuk mendirikan diagnosis tidak mudah.
Dokter melulu mengandalkan dari hasil anamnesis pasien. Di MRI, kadang tidak kelihatan, rontgen dan hasil darah pun tidak mengindikasikan apa-apa. “Makanya nyeri tersebut sering disangka sakit gigi hingga giginya telah dicabut tidak sedikit tetap masih nyeri.
Akhirnya sesudah bertahun-tahun baru ketahuan bila pasien menderita trigeminal neuralgia seperti empiris Ibu Widyaningsih,” kata dr Mahdian Nur Nasution SpBS, pakar nyeri dari Klinik Nyeri dan Tulang Belakang Jakarta.
Saking nyerinya, andai pasien diminta melafalkan skor rasa nyeri dari 1-10, mereka melafalkan skornya sudah menjangkau 10. Maka tidak heran andai akhirnya pasien menderita depresi dampak nyeri yang hebat dan tidak sedikit yang memilih bunuh diri.
Dari kepustakaan yang ada dilafalkan bahwa nyeri trigeminal neuralgia Iebih tidak sedikit terjadi pada wanita dikomparasikan pria, dengan risiko bertambah pada mereka umur lanjut di atas 50 tahun.
Prevalensi penderita memang rendah, yakni 5-6 dari 100 ribu orang. Risiko bertambah dengan adanya hipertensi dan multiple sclerosis . “Kalau telah menderita penyakit ini, diinginkan pasien tidak gampang panik atau stres karena akan semakin memperburuk situasi penyakitnya,” saran dr Mahdian.
Ia menyarankan pasien guna pintar mengelola jadwal supaya tidak diburu deadline sebab akan menciptakan pasien menjadi panik, serta hindari olahraga terlampau berat. Penyakit ini dapat terjadi dampak proses penuaan, atau bisa dikaitkan dengan sklerosis multipel atau penyakit sejenis yang menyebabkan kehancuran selubung mielin yang bermanfaat melindungi saraf.
Dikatakan dr Heri Aminuddin SpBS(K), spesialis bedah saraf Brain and Spine Bunda Neuro Center Jakarta, trigeminal neuralgia pun dapat terjadi dampak penekanan tumor di saraf trigeminal.
“Tidak menutup bisa jadi trigeminal neuralgia terjadi dampak adanya lesi di benak atau sejumlah kondisi kesehatan yang mencakup luka bedah dan stroke,” paparnya.
Terapi Minimal Invansif
Terapi trigeminal neuralgia umumnya dibuka dengan pemberian obat-obatan. Namun, pada beberapa orang, terapi ini tidak menyerahkan hasil yang baik, atau disertai efek samping yang tidak mengasyikkan pada pasien.
Pada kumpulan tersebut, terapi injeksi atau operasi dapat menjadi opsi selanjutnya. Masalahnya, banyak sekali pasien tidak hendak dioperasi. Oleh karenanya, tindakan paling tidak invansif menjadi pilihan.
Seperti yang ditawarkan Percutaneous Radiofrequency Trigeminal Ganglioysis (PRTG). Tindakan ini memiliki sejumlah kelebihan, di antaranya: risiko komplikasi rendah, efektivitas sampai 80%, tanpa mesti rawat inap, dapat dilaksanakan pada seluruh tipe trigeminal neuralgia, baik yang telah gagal dengan obat-obatan maupun pada permasalahan yang baru didiagnosis dokter.
Dr Jhon M Tew FACS dari Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Cincinnati, Ohio, melafalkan sudah tidak sedikit dokter-dokter di dunia yang memakai teknologi ini dan diaplikasikan pada ribuan pasien, dengan hasil yang memuaskan dan efektif serta aman untuk pasien.
“Bahkan, kiat ini mempunyai angka keberhasilan dalam meminimalisir rasa sakit yang jauh lebih baik dikomparasikan dengan kiat radiosurgical atau pembedahan lainnya,” pungkas dr Mahdian.
Baca Juga: